Pandangan Thomas Lickona Tentang Karakter dan Implementasi Pembentukan Karakter Pemimpin dalam Pembelajaran Matematika

Pandangan Thomas Lickona Tentang Karakter dan Implementasi Pembentukan Karakter Pemimpin dalam Pembelajaran Matematika - Pembelajaran Matematika sebagai salah satu dari proses pendidikan di sekolah harus mampu mengambil peran untuk pembentukan calon pemimpin masa depan. Tentu saja pemimpin masa depan yang diharapkan adalah pemimpin yang berkarakter atau memiliki karakter. Pemimpin berkarakter artinya pemimpin yang memiliki watak, tabiat, aklak atau kepribadian yang baik.

Biasanya, seseorang pemimpin  dikatakan baik adalah orang orang yang memiliki karakter baik dengan penilaian yang terukur dan tentu saja obyektif. Menurut Muslich (2010) karakter merujuk pada kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan. Kepemilikan berbagai nilai (values) dan kebajikan (virtues) akan menjadi dasar seorang pemimpin untuk berpikir, bersikap dan berprilaku baik kelak ketika memimpin. Karakter merupakan sebuah kata yang dapat dijelaskan sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Puskur, 2010). Kebajikan sendiri terdiri dari sejumlah nilai, moral, dan norma (Puskur, 2010). Kepemilikan berbagai kebajikan inilah yang membentuk watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang.

Dalam kaitan dengan moral, seorang tokoh pendidikan karakter Thomas Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character, memberikan pandangannya tentang karakter. Menurutnya, karakter mengandung nilai operatif, nilai dan tindakan. Pemimpin yang berkarakter baik memiliki disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang menurut moral adalah baik. Artinya, seseorang dikatakan berkarakter baik adalah orang yang memiliki moralitas yang baik. Demikian menurut Lickona (1991), karakter yang baik memiliki tiga bagian yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara satu bagian dan bagian yang lainnya, yaitu: pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral.


Bagian pertama: Pengetahuan Moral. Pengetahuan moral adalah pengetahuan calon pemimpin tentang hal hal yang baik. Hal ini senantiasa berhubungan dengan kebiasaan dalam cara berpikir tentang hal-hal baik. Ada banyak jenis pengetahuan moral yang dapat kita nilai dari seorang pemimpin, yaitu kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan pribadi.

Bagian kedua yang penting adalah perasaan moral. Sisi emosional ini sering diabaikan dalam menilai karakter seseorang, padahal pengetahuan seorang pemimpin tentang moral sama sekali tidak menjamin dia akan melakukan tindakan yang baik. Kadang-kadang seorang pemimpin pintar atau tau hal hal yang baik atau buruk namun masih memilih melakukan hal hal buruk akibat ketiadaan salah satu komponen dari perasaan moral yaitu hati nurani. Hati nurani diantaranya memiliki sisi kognisi-mengetahui apa yang benar dan sisi emosional-merasa berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Komponen lain dari perasaan moral adalah harga diri. Ketika memiliki harga diri, seseorang  tidak begitu bergantung kepada persetujuan orang lain untuk melakukan hal-hal yang baik secara moral. Tentu saja pemimpin yang ingin mengejar kekayaan, penampilan, popularitas dan kekuasaan cenderung akan melakukan hal-hal di luar dari tuntutan moral yang harus dilakukannya.

Tidak kalah pentingnya dari bagian perasaan moral adalah empati. Dengan empati, orang akan merasa seperti atau berada dalam posisi orang lain. Seorang pemimpin yang memiliki empati akan ikut merasakan apa yang dialami dan dirasakan oleh orang yang dipimpinnya. Kadang-kadang para pemimpin sekarang mungkin mampu berempati kepada orang orang yang mereka kenal dan menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap orang yang tidak mereka kenal.

Selain komponen empati yang harus dimiliki, seorang pemimpin harus mencintai hal-hal yang baik, memiliki kendali diri dan kerendahan hati.Ketika seorang pemimpin mencintai hal-hal yang baik maka dengan sendirinya dia akan melakukan hal hal baik. Kendali diri juga sangat diperlukan mengingat ketika seorang menjadi pemimpin dan memiliki kekuasaan, mereka cenderung untuk ingin memanjakan diri sendiri. Seorang Profesor dari Universitas Notre Dame bernama Walter Nicgorski menyatakan bahwa orang yang cenderung ingin memanjakan diri seperti ini lebih memfokuskan diri untuk mengejar keuntungan finansial. Kurangnya kendali diri inilah yang berkontribusi pada keterlibatan seorang pemimpin melakukan korupsi.

Selain kendali diri, seorang pemimpin harus rendah hati. Kerendahan hati merupakan perasaan moral yang sering diabaikan namun merupakan bagian yang esensial dari karakter yang baik. Orang yang rendah hati akan mengakui kegagalan dan memiliki keinginan untuk bertindak guna memperbaiki kegagalan. Sering terjadi para calon pemimpin cenderung akan menonjolkan kesuksesan dan kelebihan dan berusaha menyembunyikan kekurangan atau kegagalan.

Bagian ketiga dari karakter pemimpin dapat dinilai dari tindakan moral. Tindakan moral merupakan autcome dari pengetahuan moral dan perasaan moral. Ketika seorang pemimpin memiliki kualitas kecerdasan moral dan perasaan moral yang baik, kemungkinan besar meraka akan melakukan hal hal baik yang mereka pahami dan mereka rasakan benar. Untuk menilai seorang pemimpin apakah dapat melakukan tindakan moral perlu dilihat dari tiga aspek yaitu kompetensi moral, keinginan dan kebiasaan. Pemimpin yang memiliki kompetensi moral akan memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif. Selanjutnya, kemampuan tersebut berguna jika seseorang memiliki keinginan untuk melakukan apa yang menurutnya benar. Menjadi pemimpin yang baik seringkali memerlukan keinginan yang baik. Keinginan yang baik layaknya seperti energi yang menggerakan seseorang untuk berbuat baik. Diperlukan keinginan untuk mengendalikan emosi, untuk melihat dan berpikir melalui seluruh dimensi moral dalam menghadapi suatu situasi.

Kompetensi dan keinginan moral tidak akan berguna jika seorang pemimpin tidak terbiasa untuk melakukan tindakan moral. Oleh karenanya untuk menilai baik tidaknya karakter seorang pemimpin dapat diselidiki kebiasaannya dalam berbuat baik, tentu saja tidak hanya berbuat baik pada saat menjelang pilkada misalnya. Pemimpin yang berkarakter baik, sebagaimana yang ditunjukkan oleh William Benett : “bertindak sebenar benarnya, dengan loyal, dengan berani dengan baik dan dengan adil tanpa merasa amat tertekan oleh arah tindakan sebaliknya”. 
Untuk membentuk karakter kepemimpinan dalam pembelajaran matematika, perlu upaya-upaya untuk membentuk karakter pemimpin yang baik. Kejujuran misalnya dapat dibentuk dengan penyelesaian soal matematika (ujian matematika) tanpa menyontek, menuliskan nama penemu bukti matematik dan lain-lain. Nilai-nilai kepemimpinan mesti dibentuk dari usia sekolah dasar, dan solusi untuk hal ini salah satunya melalui pembelajaran matematika yang mesti turut bertanggung jawab untuk membentuk pemimpin masa depan.

Post a Comment for "Pandangan Thomas Lickona Tentang Karakter dan Implementasi Pembentukan Karakter Pemimpin dalam Pembelajaran Matematika"